SIJUNJUNG, KABARSUMBAR – Masyarakat Nagari Padangtarok, Kecamatan Kamang Baru, Kabupaten Sijunjung keluhkan masalah jaringan air bersih. Fasilitas yang dibangun tidak kunjung berfungsi, warga terpaksa manfaatkan air hutan pakai selang plastik.
Tak heran bila di kampung ini lazim dijumpai slang plastik berseleweran, bahkan di pekarangan rumah penduduk. Selang tersebut saling terhubung, membentang menuju kawasan hutan nagari yang panjangnya mencapai ratusan, bahkan ribuan meter. Sampai selang tersebut mentok pada aliran anak sungai di daerah ketinggian dalam kawasan hutan, yakni sungai Janjang Kambiang.
Selang-selang tersebut dikelola manual oleh perorangan, kelompok, serta keluarga/kaum. Setiap saat harus diawasi agar tetap berfungsi dengan baik. Jika aliran air terputus, warga harus segera menelusuri jalur selangnya. Maklum selang plastik, sangat rentan rusak.
Menurut sejumlah warga, kemacetan jaringan bisa terjadi berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Selama masalah ini belum teratasi, rumah-rumah penduduk mengalami krisis air, aktivitas mandi cuci kakus (MCK) praktis jadi dilema.
Dalam situasi demikian warga berbondong-bondong pergi ke sungai, atau aliran tali bandar terdekat, untuk mandi, cuci, hingga buang air besar. Sampai instalasi air dapat kembali dibetulkan.
Proses perbaikan jaringan kadang memakan waktu lama, berbiaya besar, mencapai jutaan rupiah. Kalau milik pribadi, tentu harus ditanggung sendiri.
Terlebih dikala musim hujan, jaringan air cenderung berulah, macet. Hingga tiap musin hujan, warga selalu was-was. Dalam bulan ini, kerusakan instalasi telah terjadi lebih empat kali.
“Sudah bertahun-tahun kami pakai selang plastik, tiap sebentar bocor, diperbaiki, dan bocor lagi. Begitu seterusnya, entah sampai kapan,” ujar Marnis, salah-seorang warga setempat, menyesalkan.
Diungkapkannya, fasilitas selang dipakai secara bergantian, ketika bak penampungan di suatu rumah sudah terisi, pindah lagi ke rumah lainnya. Dikala macet, upaya perbaikan akan menjadi tanggung jawab bersama. Harga satu meter selang berkisar antara Rp 6.000 – Rp 8.000.
“Di saat musim hujan, kondisi air sering keruh, bahkan sering mati, namun tetap dipakai juga,” ujar Ibu tiga anak itu pula.
Demikian penyakit menahun ditanggung warga Nagari Padangtarok, Kecamatan Kamangbaru, Kabupaten Sijunjung. Sebuah perkampungan paling ujung, perbatasan Riau, namun kaya dengan sumber daya alam, plus perkebunan kelapa sawit dan karet. Saking strategis, Padangtarok juga dijadikan daerah pusat pemukiman transmigrasi dari Jawa Tengah tahun 2018.
Jaringan Pipa Nagari tidak Berfungsi
Fenomena ini bergulir bukan karena Nagari Padangtarok belum punya fasilitas pipa jaringan air bersih. Melainkan pipa yang pernah dibangun, lengkap bersama meteran terpasang, tidak kunjung bisa berfungsi. Sumber air berasal dari aliran sungai Janjang Kambiang, Kawasan Hutan Raya Nagari setempat.
Berdasarkan data yang dikumpulkan, ternyata terdapat persoalan kursial di bagian hulu pipa, ditambah pipa-pipa/ isntalasi banyak yang bocor. Di mana hulu pipa tanpa dibekali bak kendali/intake, bak pengolah sumber air baku. Melainkan secara manual hanya pakai median sekat beton sederhana untuk penggenangan air, dan ujung pipa induk dibenamkan di air.
Itu pun sekat beton hampir 80 persen sudah roboh dihantam air. Hingga proyek bantuan Pemerintah Provinsi Sumbar tahun 2013 lalu, senilai Rp 1,5 milliar, menjadi sia-sia. Sebagai bentuk pertanggungjawaban, masalah ini sempat di tahun 2016 lalu diproses oleh pihak Kejaksaan Negeri Sijunjung, selanjutnya tak jelas kabarnya.
Sementara untuk jaringan pipa WSLIC, senilai Rp 250 juta, sebelumnya juga memanfaatkan sumber air baku aliran sungai Janjang Kambiang, pun tidak berfungsi. Karena kualitas pipa tergolong rendah (paralon plastik), maka di sejumlah titik mengalami kerusakan.
Sebab itu masyarakat sangat berharap perhatian pemerintah, agar kebutuhan air bersih tidak lagi menjadi dilema berkepanjangan.
(Hendri)