Pengeluaran untuk jaminan sosial dapat dianggap sebagai investasi karena tidak saja melindungi rumah tangga dari kemiskinan dan ketimpangan, tapi juga berkontribusi meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan cara meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan mendorong kestabilan sosial.
Hal di atas disampaikan Direktur Utama (Dirut) BPJS Kesehatan, Fachmi Idris saat menjadi narasumber dalam acara 4TH Indonesia Industrial Relations Conference 2017; Effective Employee Costs Reinforce Business Sustainability” untuk tema Bedah Fakta: Struktur Upah, Iuran Jaminan Pensiunan dan Kenaikan Iuran Jaminan Kesehatan.
Selain Fachmi Idris, bedah fakta yang dimoderatori oleh Iftida Yasar dari Pusat Studi Apindo ini juga mengundang Dirut BPJS Ketenagakerjaan, Agus Susanto dan Lilis Halim dari Tower Watson.
Dalam paparannya, Fachmi menekankan tentang hubungan jaminan kesehatan dan produktivitas pekerja.
“Faktanya JKN-KIS berkontribusi meningkatkan produktifitas tenaga kerja, berdampak pada perekonomian dan penciptaan lapangan kerja,” ucapnya.
Fachmi menambahkan per 31 Agustus 2017, peserta Jaminan Kesehatan Nasional – Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) sudah mencapai 180.772.917 jiwa, artinya cakupan kepesertaan JKN sudah mencapai 70.2% dari populasi dalam peta jalan JKN selama 2012-2019. Meliputi 92.201.861 jiwa PBI APBN, 17.827.492 jiwa PBI APBD, 17.853.015 jiwa Karyawan Pemerintah, 24.688.334 jiwa Karyawan Swasta, 24.688.334 jiwa PBPU dan 4.984.665 jiwa Bukan Pekerja.
Pertambahan jumlah peserta tersebut diimbangi dengan fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan dimana pada tahun 2014 jumlah FKTP 18.437 menjadi 20.850 di semester 1 2017, sementara FKRTL pada tahun 2014 berjumlah 1.681 kini pada semester 1 2017 telah bertambah menjadi 2.156 atau 78,8% dari jumlah rumah sakit teregistrasi di Indonesia.
Jika bicara keberlangsungan program, prinsip yang dipakai adalah anggaran berimbang. “Pembiayaan utama kami ada pada iuran, dan pada kesempatan ini kami berterima kasih atas compliance badan usaha,” ujar Fachmi.
Di hadapan peserta konferensi, Fachmi membeberkan hasil survei kepuasan peserta JKN-KIS menunjukkan trend positif meskipun kini tantangan yang tengah dihadapi BPJS Kesehatan, antara lain berkaitan dengan kepatuhan pembayaran iuran, monitoring dan evaluasi secara terjadwal untuk validasi kepesertaan karyawan badan usaha serta banyaknya badan usaha yang belum masuk dan mendaftarkan karyawannya dalam program JKN-KIS dan sosialisasi-advokasi terkait program JKN-KIS dengan COB kepada pegawai dan pemberi kerja.
“Selama 3,5 tahun ini pencapaiannya (Program JKN-KIS) memang diakui dunia, meskipun ada banyak sekali masalah yang harus diselesaikan. Tapi ini konsekuensi akan banyak, peserta semakin banyak, rumah sakit cukup atau tidak. Kami terus terang tidak happy dengan banyaknya orang sakit, berarti harus ada yang diteliti di upaya promotif preventif,” ujar Fachmi.
Di akhir penyampaiannya, Fachmi menjelaskan tentang kemudahan yang sudah diberikan BPJS Kesehatan kepada badan usaha mulai dari pendaftaran, penagihan, pembayaran dan pelaporan iuran.
“Di sini kita bangun betul program yang virtual office, sehingga program bisa diakses tanpa menyita banyak waktu. (rel)