Komite II DPD RI Nilai Masalah Transportasi di Daerah Cukup Serius

Rapat Dengar Pendapat yang Digelar Komite II DPD RI.

JAKARTA – Komite II DPD RI mengungkapkan bahwa permasalahan pada moda transportasi udara, laut, darat, dan kereta api di daerah saat ini cukup serius.

Menurut Wakil Ketua Komite II DPD RI Hasan Basri, berdasarkan data dari World Economic Forum (WEF), Global Competitiveness Index pada 2019, infrastruktur Indonesia saat ini berada di peringkat 72 (turun satu peringkat dari tahun sebelumnya).

“Penurunan tersebut berada pada komponen efficiency of train services atau efisiensi layanan kereta api, dan efficiency of air transport services atau efisiensi pelayanan transportasi udara,” ujar Hasan Basri saat Rapat Dengar Pendapat secara virtual dengan Kemenhub RI di Gedung DPD RI, Jakarta, Selasa 2 Februari 2020.

Setelah satu dekade ini telah tersedia maskapai dengan biaya murah untuk menarik minat masyarakat. Namun menurut Hasan Basri dengan murahnya tarif maskapai, tingkat keamanan penumpang menjadi semakin menurun.

“Munculnya low cost maskapai penerbangan ini, apakah keselamatan penumpang melemah,” ujarnya.

Ia juga meninjau sejauh mana efektifitas tol laut untuk menjaga perekonomian masyarakat seperti distribusi daging sapi dari Nusa Tenggara Barat ke kota-kota besar di Indonesia. “Apa saja kemajuan dari tol laut ini dan bagaimana distribusi daging sapi dari NTB?” Tanya Hasan Basri.

Sementara itu, Anggota DPD RI asal Provinsi Bali Made Mangku Pastika juga menilai rencana pembangunan bandara di Bali Utara hanya sekadar rencana. Belum lagi, pemerintah juga berjanji akan membangun kereta api yang menunjang pariwisata.

“Saya selalu ditanya bandara di Bali Utara, seharusnya paling tidak ditentukan lokasinya, kan sudah ada risetnya. Dulu juga ada rencana kereta api keliling Bali untuk menunjang pariwisata. Namun bagamana kabarnya?” jelasnya.

Selain itu, Wakil Ketua Komite II DPD RI Abdullah Puteh mengidentifikasi Provinsi Aceh kurang mendapat perhatian dari Kemenhub RI. Sampai saat ini, ia belum melihat jalannya kereta api di Aceh dan kurang strategisnya pembangunan pelabuhan kapal.

“Terakhir saya lihat kerata api di Aceh itu tahun 1967, tapi sampai saat ini hanya berkutik di rel keretanya saja. Selain itu, pelabuhan kapal laut juga dibangun di wilayah yang tidak strategis. Beda dengan pelabuhan-pelabuhan di Pulau Jawa. Kami juga meminta bus sekolah di Aceh itu juga sulit sekali,” ungkap Abdullah Puteh.

Tak hanya itu, Anggota DPD RI asal Provinsi Maluku Anna Latuconsina juga meminta perhatian dari Kemenhub RI ke daerah Maluku. Penyediaan kapal laut sebagai moda transportasi di Maluku telah dimintanya beberapa kali.

“Kami tediri dari 80 persen lautan, jadi kami ingin kapal laut. Kami butuh saranan angkutan laut, jadi kami mohon di Timur Indonesia bisa diperhatikan,” tuturnya.

Menjawab pertanyaan dari para senator, Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub RI Budi Setiyadi menerangkan bahwa pada tahun ini memang banyak permintaan bus sekolah di daerah.

Selain itu pihaknya juga mengaku telah memberikan bantuan kapal 1500GT di Maluku, lintas yang dilayani untuk antar provinsi yaitu Dobo-Pomako. Sedangkan lintas dalam Provinsi adalah Ambon-Banda, Banda-Tual, Tual Larat, Larat-Saumlaki, Saumlaki-Dobo.

“Rencana pelayanan KMP Bahtera 02 ini akan melintas antar provinsi yaitu Provinsi Maluku-Provinsi Papua, dan lintas dalam provinsi,” jelasnya.

Sementara itu, Dirjen Perhubungan Laut Kemenhub RI R. Agus H. Purnomo menilai bahwa pihaknya telah memberi perhatian yang cukup ke Maluku, hampir di setiap pelabuhan dilalui kapal perintis.

“Menurut saya sudah sangat besar perhatian untuk di Maluku,” tegasnya.

Terkait efektifitas tol laut, lanjutnya, Kemenhub RI memiliki data-data dimana pelabuhan yang dikunjungi oleh kapal-kapal dan nantinya setiap daerah bisa mengkontrol harga. Namun belum menjadi jaminan pelabuhan yang disinggahi menjadikan harga-harga komoditi turun.

“Efektifitas tol laut bisa meningkatkan perekonomian namun tergantung peran Pemda,” kata Agus.

Pada kesempatan ini, Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub RI Novie Riyanto menjelaskan Gubernur Bali sangat aktif untuk menanyakan bandara baru di Bali Utara, tetapi pihaknya masih menunggu keputusan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

“Kita masih menunggu dari Kementerian LHK karena ada ahli fungsi lahan yang akan dijadikan bandara,” paparnya.

Dirjen Perkeretaapian Kemenhub RI Zulfikri menjelaskan kereta api untuk di wilayah Aceh sudah beroperasi tapi masih terbatas. Menurutnya, kereta api merupakan investasi yang sangat mahal sehingga masih menjadi kendala untuk beroperasi secara maksimal.

“Kita memang fokus pada kereta api, namun membutuhkan investasi yang sangat mahal. Bagitu juga rencana kereta api keliling Bali, kami sudah merencanakan pada tahun 2020. Balik lagi soal investasi,” pungkasnya.

Baca Kabarsumbar.com lebih update via Google News, Klik Disini atau Join Telegram Disini.