
Kabarsumbar.com— Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang berhasil memenangkan persidangan terkait sengketa informasi di Komisi Informasi Sumatar Barat.
Persidangan yang dimulai sejak 9 Februari 2022 tersebut, memiliki 6 termohon di jajaran pemerintah. 6 OPD tersebut yaitu atasan PPID Utama Provinsi Sumatera Barat, DPMPTSP, Dinas Kehutanan, Dinas ESDM, Dinas Perkebunan, dan Dinas Lingkungan Hidup.
Namun, berdasar OPD yang terlibat, Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Barat yang bersedia memberikan informasi. Sementara lembaga lainnya memiliki batasan untuk memenuhi permohonan informasi yang diajukan.
Beberapa alasan yang disampaikan OPD tidak memberikan informasi, dikarenakan alasan bahwa semua data telah diberikan ke pusat dan daerah tidak punya kewenangan apapun. Selain itu, izin pertambangan dan perkebunan yang dikeluarkan oleh DPMPTSP Provinsi Sumatera Barat adalah izin yang wilayahnya melibatkan 2 kabupaten atau kota dan sampai saat ini tidak pernah mengeluarkan izin pertambangan dan perkebunan. Selanjutnya, berkas terkait dikuasai oleh daerah kabupaten atau kota sampai UU Cipta Kerja dan provinsi tidak memilikinya.
Di sisi lain, saat persidangan, LBH Padang mengajukan sengketa informasi setelah melakukan serangkain proses permohonan informasi publik ke PPID (Pejabat Pengelola Informasi Publik) Utama Provinsi Sumatera Barat. Informasi publik yang diminta oleh LBH mengenai izin-izin perkebunan dan pertambangan. yaitu izin usaha perkebunan dan Pertambangan (IUP) yang aktif di tahun 2021, dokumen UKL-UPL atau izin amdal atau izin lingkungan yang aktif di tahun 2021.
Selain itu, Alif Syukri juga meminta LBH agar mengumpulkan data terkait laporan rincian kerja tahunan perusahaan dari tahun 2016-2020. Lalu terkait dokumen peta konsesi atau izin lokasi usaha perkebunan (hard copy dan soft copy. Izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH), jika berada pada kawasan hutan.
Adanya laporan pengawasan perkebunan di Provinsi Sumatera Barat dari tahun 2016-2021, dan rekapitulasi hak guna usaha sejak tahun 1980 hingga saat ini, menjadi hal yang juga penting, jelas Alif.
“Tujuan permintaan informasi ini karena LBH Padang saat ini banyak mendampingi masalah yang bersumber dari pertambangan dan perkebunan yang tidak patuh kepada teknis keadilan lingkungan dan menggerus ruang hidup masyarakat. Maka diperlukan informasi di atas untuk menjadi bahan dasar advokasi untuk mencapai keadilan hak atas lingkungan dan hak atas ruang hidup masyarakat,” ucap Alfi Syukri.
Data-data ini nantinya akan digunakan untuk monitoring sektor perkebunan dan tambang di Sumbar. LBH Padang menemukan tambang dan kebun yang masuk dalam kawasan hutan. Namun informasi yang dimintakan tidak diberikan oleh badan publik dengan alasan informasi tersebut tidak dikuasai dan tidak ada kewenangan pasca UU Cipta Kerja No. 11 Tahun 2020 seluruh berkas dipindahkan ke Pusat.
Pada akhirnya, Majelis Sidang Komisi Informasi (KI) Provinsi Sumatera Barat memutuskan permohonan LBH Padang dikabulkan sebagian. Hal ini dikarenakan LBH telah memiliki beberapa dokumen yang diserahkan oleh badan publik saat proses mediasi sebelumnya, pada 22 September 2022 lalu.
Bidang Advokasi LBH Padang, Alfi Syukri, memberikan catatan dalam proses ini.
“Kami menemukan fakta lemahnya koordinasi badan publik dalam menghimpun dan mengintegrasikan data dari kabupaten dan kota sehingganya informasi di PPID Utama Provinsi tidak lengkap. Ketika informasi dari kabupaten dan kota tidak terhimpun dengan baik, sehingga pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat tidak maksimal,” kata Alfi Syukri, Selasa (27/9/2022).
“Oleh karena itu kami berharap kedepannya organisasi pemerintah daerah lebih terbuka memberikan informasi publik dan membangun sistem koordinasi dengan kabupaten/kota lalu melakukan integrasi data yang lebih baik di provinsi. Masih kami temukan badan publik enggan dan kurang beritikad baik dalam memberikan informasi publik,” ucapnya.
Menurutnya budaya ketertutupan mesti didobrak. Pemerintah yang transparan adalah kewajiban badan publik. Hambatan lainnya yang juga ditemukan yaitu menyangkut UU Cipta Kerja. Adanya pembatasan kewenangan pemda membuat semuanya terpusat di Jakarta. Sehingga UU Cipta Kerja akan berpotensi ke depannya dalam menghambat pengawasan sektor perizinan di daerah.