Padang – Sebuah spanduk raksasa bertuliskan “Bilolah Ka Salasainyo Gedung Kebudayaan Ko?” (Kapan Gedung Kebudayaan Ini Selesai?) dalam bahasa Minangkabau terbentang di gedung mangkrak Gedung Kebudayaan Sumatera Barat, Jalan Samudera, Padang.
Spanduk berukuran 25×4 meter itu terlihat jelas dari jalan pinggir Pantai Padang, Jumat (2/5/2025).
Spanduk putih berhuruf merah tersebut dipasang di lantai empat bangunan yang berlokasi tak jauh dari Kantor Dinas Kebudayaan Sumatera Barat.
Spanduk juga menampilkan gambar gedung yang mangkrak.
Dadang Leona, seniman Sumatera Barat, menjelaskan spanduk dipasang atas inisiatif seniman, budayawan, dan pegiat seni.
Mereka mendesak pemerintah menuntaskan pembangunan Gedung Kebudayaan yang telah menghabiskan dana ratusan miliar rupiah.
“Sayang sekali jika bangunan itu menjadi rongsokan dan puing batu,” ujar Dadang.
Anggota DPRD Sumatera Barat, Nofrizon, turut menyoroti mangkraknya gedung tersebut.
Ia mendesak Gubernur Mahyeldi menuntaskan pembangunan di periode keduanya.
Nofrizon menilai, ini menjadi tanggung jawab Gubernur karena proyek dimulai sejak era Gubernur Irwan Prayitno.
Nofrizon menegaskan, pemerintah harus segera merespons.
“Ini akan jadi bumerang jika tidak direspons cepat,” tegasnya.
Dia khawatir jika proyek ini gagal, akan menjadi catatan buruk kepemimpinan PKS di Sumatera Barat selama 15 tahun.
Nofrizon berjanji akan mendukung penganggaran proyek ini melalui APBD atau APBN.
Namun, ia menyayangkan lobi Gubernur Mahyeldi ke pemerintah pusat belum optimal.
Budayawan Hermawan menilai, spanduk tersebut merupakan sindiran keras atas minimnya visi pemajuan kebudayaan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat.
Ia juga mengkritik perataan fasilitas seni di Taman Budaya Sumatera Barat tanpa penggantian yang memadai.
Hermawan mendesak pemerintah merespons dan tidak mengabaikan kritikan ini.
Ia menilai “sidak” Wakil Gubernur Sumatera Barat, Vasko Ruseimy ke Taman Budaya belum membuahkan hasil konkret.
Gedung Kebudayaan Sumbar dirancang memiliki ruang pameran, auditorium, dan ruang latihan seni.
Proyek ini terbagi beberapa zona. Zona A rampung dengan anggaran Rp57 miliar. Zona B, dimulai 2018 dengan anggaran Rp25 miliar dan dilanjutkan 2019 dengan Rp32 miliar, terhenti di 2021.
Kontrak diputus karena realisasi fisik hanya 10,63% dengan serapan anggaran Rp8,6 miliar dari Rp31 miliar.