Strategi Pemerintah Cegah Karhutla di Tengah Pandemi Corona

Jakarta – Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) sudah menjadi bencana yang terus berulang setiap tahun.

Bencana ini sudah berlangsung lebih dari tiga dekade. Pada 2020 bahaya karhutla kembali mengancam, Kali ini datang bersamaan dengan pandemi Covid-19.

Pemerintah melihat ancaman ganda tersebut berpotensi menyerang orang-orang yang sangat rentan, seperti para lansia dan penderita komorbid (hipertensi, diabetes, jantung, dan penyakit paru seperti Infeksi Saluran Pernapasan Atas atau ISPA).

“Orang bilang ini duet maut, Covid-19 dan kebakaran hutan. Semuanya menyerang pernapasan. Kita jaga betul agar tidak terjadi asap,” kata Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI), Ruandha Agung Sugardiman dilansir dari Liputan6.com pada Selasa, 25 Agustus 2020.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), kata Ruandha, sudah menyiapkan solusi permanen untuk mencegah Karhutla agar tak terjadi lagi.

“Kita jauh lebih siap dari tahun-tahun sebelumnya, kita sudah dapat trek yang bagus untuk solusi permanen tersebut,” kata Ruandha.

Ruandha mengatakan pihaknya bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan TNI Angkatan Udara sudah menemukan tiga langkah untuk memitigasi karhutla. Yaitu dengan rasio pengendalian titik api, analisis iklim, serta pengendalian landscape.

Rasio pengendalian titik api ini, misalnya, dengan mendeteksi dini titik api agar dapat segera dipadamkan, penegakan hukum bagi penyebab kebakaran, dan membentuk masyarakat peduli api (MPA). Sementara analisis iklim ini digunakan untuk melakukan modifikasi cuaca.

Sementara itu, pengendalian landscape ini dilakukan untuk melihat daerah mana saja yang lahan gambutnya kekurangan air. Nantinya, kata Ruandha, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan BMKG bekerja sama untuk melihat potensi awan dan arah angin untuk melakukan modifikasi cuaca. Sehingga hujan turun di lahan gambut yang minim air.

“Kita lakukan adalah mantain agar tinggi muka air di gambut tinggi sehingga tetap basah, perlunya TMC (Teknologi Modifikasi Cuaca) ini untuk memperpanjang musim penghujan ini,” ujar dia.

Ke depan, kata Ruandha, kerja sama BPPT dan BMKG untuk modifikasi cuaca akan menjadi solusi permanen mencegah kebakaran hutan dan lahan.

“Jadi kita dengan BPPT dijadikan solusi permanen tidak harus KLHK request BPPT dulu baru lakukan TMC, jadi BMKG dan BPPT melakukan analisis, begitu mau musim kemarau kemudian potensi awan masih ada BPPT bisa langsung TMC,” kata dia.

Sistem ini  akan diperluas dengan membuat sistem Smart TMC. Sehingga sistem ini bisa digunakan secara nasional dan tidak hanya untuk mitigasi karhutla, tetapi juga mengatasi kekeringan, waduk kosong, dan lainnya.

“Kita bisa jatuhkan awan di situ,” kata dia.

Saat ini sebanyak 6 provinsi sudah menetapkan status siaga darurat kebakaran hutan dan lahan (karhutla)

Lama masa siaga darurat pun berbeda-beda setiap daerah. Antara lain, di Riau siaga darurat ditetapkan pada 11 Februari-31 Oktober 2020, Sumatera Selatan yaitu 20 Mei- 31 Oktober 2020.

Kemudian Jambi siaga darurat pada 29 Juni-26 September 2020, Kalimantan Barat pada 2 Juli-30 November 2020, Kalimantan Tengah pada 1 Juli-28 September 2020 dan Kalimantan Selatan 1 Juli-30 November 2020.

Adapun berdasarkan data KLHK, enam provinsi yang berstatus siaga darurat telah mencatat dampak karhutla. Di Riau 90.550 hektare terdampak, Sumatera Selatan 336.798 hektare terdampak, Jambi 56.593 hektare terdampak. Kemudian, Kalimantan Barat sebanyak 151.919 hektare terdampak, Kalimantan Tengah 317.749 hektare terdampak, dan Kalimantan Selatan 137.848 hektare terdampak.

Baca Kabarsumbar.com lebih update via Google News, Klik Disini atau Join Telegram Disini.