Alor – Ahli Cetacea dari James Cook University, Australia, Putu Liza Kusuma Mustika, mengungkapkan bahwa paus merupakan mamalia laut yang sensitif terhadap perubahan lingkungan.
Faktor yang dapat memicu terdamparnya paus antara lain penggunaan sonar, polusi air, sampah laut, dan badai matahari yang mengganggu navigasi mereka.
“Kualitas air yang buruk menurunkan kekebalan tubuh paus, sementara sampah laut, terutama plastik, menyebabkan banyak paus mati karena menelannya,” kata Putu.
Ia mencontohkan kasus paus berukuran 10 meter yang ditemukan mati dengan 8 kilogram plastik di dalam perutnya. “Kejadian ini harus mendapat perhatian karena paus merupakan spesies yang dilindungi,” imbuhnya.
Peneliti Ahli Madya dari Pusat Riset Oseanografi BRIN, Achmad Sahri, mendorong pemangku kepentingan untuk memahami pola terdamparnya mamalia laut di Indonesia. Data ini krusial untuk upaya penyelamatan.
“Selama 1995-2021, 26 spesies paus dan lumba-lumba terdampar di Indonesia, termasuk paus pemandu sirip pendek yang terdampar di Alor,” papar Sahri.
Ia mengimbau masyarakat pesisir untuk melaporkan kejadian serupa dan menghindari tindakan yang membahayakan paus.