PADANG, KABARSUMBAR – Meningkatnya kasus demam berdarah (DBD) di kabupaten/kota, Dinas Kesehatan Provinsi Sumatra Barat meminta dan mengajak masyarakat untuk meningkat kesadaran dalam menjaga kebersihan lingkungan.
Hal tersebut berdasarkan data di Dinkes dengan angka yang cukup mengejutkan pada Januari 2019 sebanyak 164 pasien dibeberapa daerah positif terjangkit DBD.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, Merry Yuliesday mengatakan khusus DBD untuk dibulan Januari hingga tanggal 24, dari laporan diberbagai kabupaten/kota di Sumbar, ada 167 masyarakat yang diserang penyakit yang disebabkan oleh nyamuk malaria tersebut.
“Untuk catatan sampai tanggal 24 Januari 2019 itu tidak ada pasien yang meninggal dunia. Artinya, perawatan di rumah sakit bisa menyembuhkan pasien,” katanya, Jumat (1/2/2019).
Menurutnya, cukup tingginya kasus DBD di Sumatra Barat pada awal tahun 2019 ini, disebabkan terjadinya perubahan iklim, yakni terkadang musim hujan hingga mengakibatkan genangan air. Hal itu perlu diwaspadai kemungkinan akan terjadinya wabah lainnya seperti malaria.
Dikatakannya, jika melihat kasus DBD di Sumbar dalam 3 bulan terakhir, seperti Oktober-Desember 2018, untuk Sumatera Barat dan kabupaten dan kota pada Oktober ada 178 pasien dan tidak ada yang meninggal. November 193 pasien, Desember 189 pasien dan tidak ada yang meninggal.
“Jika dilihat angkanya itu sebenarnya cenderung menurun dari bulan ke bulan. Tapi ada 4 kabupaten dan kota terjadi peningkatan jumlah kasus. Hal itu intinya mari sama-sama menjaga lingkungan,” ungkapnya.
Untuk itu, Meri menghimbau kepada daerah yang berpotensi untuk DBD, perlu memperhatikan lingkungan, seperti bekas-bekas cekungan atau galian yang airnya menggenang. Karena tempat-tempat seperti itu berkembangnya nyamuk malaria.
“Kami berharap masyarakat juga ikut memperhatikan lingkungan di mana kira-kira tempat bersembunyinya jentik-jentik nyamuk malaria. Begitu juga pada air yang bersih, seperti tempat air yang tergenang lama, termasuk bekas botol, merupakan tempat berkembangbiaknya nyamuk malaria,” ujarnya.
Sementara sebagai antisipasi seperti yang telah dilakukan yakni fogging, dinilai bukan lah solusi yang tepat. Karena hal itu hanya bisa membunuh nyamuk-nyamuk biasa. Sedangkan yang jentik-jentik nyamuk malaria tidak mati, dan akibatnya nyamuk malaria akan menjadi dewasa.
“Intinya mari sama-sama membersihkan lingkungan. Kalau lingkungan kotor, jangankan DBD jadi ancaman, penyakit lainnya juga bisa turut mengancam kondisi kesehatan,” tegasnya.
Di sisi lain ia menyebutkan daerah yang rawan kasus DBD itu seperti Kabupaten Pasaman Barat. Di sana dikenal serangan malaria cukup mengkhawatirkan. Di sana kasus DBD pada 18 Januari 2019 ini ada 20 kasus yang postif.
Lalu ujarnya, pada dua minggu selanjutnya, meningkat menjadi 36 orang dan sudah ditanggulangi bersama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Pasaman Barat. Bahkan kondisi tersebut sudah menyebar 3 desa yakin di daerah Sungai Aur.
Melihat kondisi di Kabupaten Pasaman merupakan Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria, tepatnya di Kecamatan Sungai Aur, terhitung sejak 18 Januari sudah dinyatakan KLN. Hal ini dikarenakan ada 20 masyarakat yang diperiksa positif.
“Jadi petugas di rumah sakit diperiksa darahnya buktinya ada mengandung positif malaria dan dinyatakan KLB. Melihat dalam 2 minggu meningkat kasus menjadi 39 orang,” ujarnya.
Terakhir, Merry berharap betul agar ada upaya untuk benar-benar serius peduli terhadap lingkungan. Serta dapat menjaga kebersihan, agar tidak menjadi sarang DBD untuk perindukan.
“DBD bertelur waktu normalnya menetas 14 hari. Karena adanya gangguan iklim bisa lebih cepat menjadi 10 hari sudah menetas. Hal itulah yang menjadi ancaman,” tutupnya.
(Putri Caprita)