Limauluh Kota – Nagari Koto Tinggi memang tidak sepopuler Mandeh Pesisir Selatan atau Pariangan Tanah Datar. Namun, keeksotikan nagari yang terletak dideretan Bukit Barisan tersebut dijamin mampu membius pelancong yang berkunjung ke daerah tersebut.
Menurut Yazid (25) pegawai nagari setempat, beberapa tahun belakangan, masyarakat Nagari Koto Tinggi telah menjadikan jeruk sebagai komoditi usaha utama mereka. Tak heran, hampir setiap pekarangan rumah penduduk, ditemui pohon buah yang bibitnya berasal dari wilayah Kuok Riau ini.
“Selain pekarangan rumah, penduduk disini juga memiliki ladang jeruk. Umumnya ladang tersebut terletak dipunggung bukit. Biasanya pohon jeruk diselingi dengan tanaman cabe,” ucapnya.
Jeruk Gunung Omeh, begitu nama bekennya, memang berbeda dari buah sejenis yang ada Indonesia. Selain besar dan manis, kandungan air juga banyak. Sudah tentu kadar vitamin C tinggi, Tak heran, permintaannya pun banyak. Baik itu dari Sumatera Barat maupun luar provinsi. Bahkan pangsa pasarnya telah menembus Singapura dan Malaysia.
“Biasanya petani disini menjual langsung ke agen. Merekalah yang nanti memasarkan keluar daerah. Untuk harga, menyesuaikan jumlah barang. Saat panen dan buah banjir, sekilo jeruk dihargai Rp8.000. Jika stok tak banyak, harga dua kali lipat, sampai Rp16 ribu perkilonya,” terang Yazid.
Tren agrowisata rupanya turut membius penduduk Koto Tinggi. Tak ingin ketinggalan, masyarakat disini juga ingin mengembangkan potensi daerah menjadi kawasan agrowisata. Bahkan beberapa anggota kelompok tani dan kelompok sadar wisata telah mengikuti pelatihan-pelatihan yang diadakan pemerintah tentang bagaimana cara mengelola agrowisata yang baik dan benar.
“Seharusnya, program agrowisata berjalan awal tahun. Pemerintah telah berjanji membantu sebagian infrastruktur. Cuma, pandemi menghambat itu semua. Untung masyarakat disini tak putus asa. Mereka tetap membangun sarana semampunya dengan swadaya sendiri,” ujarnya.