Padang – Menyikapi berbagai pemberitaan di media Riau mengenai Sumbar yang dituduh mendapatkan ‘pitih sanang’ dari pajak air permukaan (PAP) waduk Koto Panjang yang terletak di Kabupaten Kampar, Riau, DPRD Sumbar langsung bertindak mengenai pernyataan tersebut tersebut.
Komisi III DPRD Sumbar sendiri telah mengadakan rapat mengenai hal itu, dan menyesalkan pernyataan yang disampaikan oleh anggota DPRD Riau tersebut.
“Mungkin teman kita di DPRD Riau lupa, bahwa air yang mengalir itu asalnya dari mana. Ataukah perlu dilakukan seperti rencana dulu yaitu mengalihkan air ke tempat lain. Kalau dilakukan, tentunya PLTA waduk Koto Panjang tidak berfungsi. Padahal akibat waduk tersebut Kabupaten Limapuluh Kota selalu kebanjiran setiap tahun,” ujar anggota DPRD Sumbar, Nurnas.
Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno juga ikut merespon permasalahan ini.
“Saya mengikuti dan selalu memonitor dinamika persoalan itu dan rasanya apa yang disampaikan oleh beberapa anggota DPRD Sumbar pantas didukung dan kami pemerintah provinsi Sumatera Barat telah meresponnya dan memprosesnya secara administratif ke pusat. Baik secara tertulis maupun upaya lainnya kita lakukan ke Kemendagri. Surat ke Kemendagri sudah kita proses dengan melampirkan semua dokumen pendukung sehingga PAP tidak hanya Riau yang mendapatkannya, tetapi juga kita Sumbar. Untuk itu kami harapkan masyarakat Sumbar baik di ranah dan dirantau, untuk sementara tenang dulu, percayakan saja kepada kami dan berikan kesempatan kepada kami bersama DPRD mengurusnya ke pemerintah pusat ” ujar Irwan Prayitno.
Dikethui, pembagian pajak dari waduk Koto Panjang selalu adil antara Pemprov Sumbar dengan Provinsi Riau. Namun dengan adanya surat Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri tersebut, akhirnya memicu polemik, protes dari warga Sumatera Barat, apalagi ditambah dengan pernyataan anggota DPRD Provinsi Riau yang sangat menyinggung perasaan masyarakat Sumatera Barat dengan istilah “pitih sanang” (uang senang).
Yozawardi Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumbar menyatakan bahwa terdapat Daerah Tangkapan Air /DTA (Catcment Area) di Koto Panjang seluas 150.000 Ha yang menampung air hujan, menyimpan serta mengalirkannya ke anak-anak sungai, terus ke sungai dan bermuara ke Danau Koto Panjang. Artinya, sumber air waduk Koto Panjang berasal dari hutan-hutan yang berada di Sumatera Barat.
“Catchment area Koto Panjang seluas 150.000 Ha yang menampung air hujan, menyimpan serta mengalirkannya ke anak-anak sungai, terus ke sungai dan bermuara ke Danau Koto Panjang, merupakan sumber utama penggerak turbin PLTA Koto Panjang yang berasal dari sungai-sungai dan hutan dari Sumatera Barat” ungkap Yozawardi.
Yozawardi juga mengungkapkan, “Untuk memastikan hutan tetap terjaga di Catchment Area, Pemprov Sumbar melakukan kegiatan pengamanan dan perlindungan hutan pada wilayah tersebut serta melaksanakan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) sebanyak lebih kurang Rp 2 miliar/tahun di APBD Provinsi Sumatera Barat”.
Maswar Dedi, Kepala Dinas Penamaman Modal dan Pelayanan Satu Pintu Provinsi Sumatera Barat menyatakan, di lokasi daerah tangkapan air, dengan fungsi hutan lindung, karena kebutuhan pembangunan daerah dapat diajukan perubahan fungsi pada RTRW menjadi kawasan budidaya HP (hutan produksi) atau Area Penggunaan Lain (APL). Perubahan fungsi ini boleh dilakukan oleh Gubernur Sumbar, karena Gubernur punya kewenangan untuk mengalihfungsikannya.
“Sebenarnya telah banyak investor di bidang perkebunan yang tertarik berinvestasi di catcment area waduk Koto Panjang itu dan menjadikan kawasan tersebut menjadi hutan produksi atau area penggunaan lainnya. Namun karena ini menyangkut ketersediaan air untuk waduk Koto Panjang dan demi mempertimbangkan warga provinsi Riau, Gubernur Sumbar belum mau mengalihfungsikan hutan tersebut” ujar Maswar Dedi.