Solok Kota – Bertempat di Ruang Rapat Besar DPRD Kota Solok, Senin 3 Januari 2022, 14 anggota DPRD Kota Solok dari 2 Fraksi dan unsur Badan Anggaran dan juga alat kelengkapan dewan lainnya menggelar pertemuan bersama wartawan terkait Penandatanganan dokumen penyempurnaan APBD Kota Solok Tahun 2022 oleh dua pimpinan DPRD bersama pemerintah daerah.
14 dari 20 total anggota DPRD Kota Solok tersebut menolak proses itu, dikarenakan proses penyempurnaan dokumen APBD Kota Solok tahun 2022 beberapa waktu lalu itu, dinilai tidak sesuai dengan peraturan dan prosedur yang berlaku.
Pertemuan itu dipimpin Hendra Saputra itu dihadiri, Taufik Nizam, Rusnaldi, Amrinof Dias, Rusdi Saleh, Deni Nofri Pudung, Yoserizal, Wazadly, Andi Eka putra, Ade Merta, Harizal, Leo Murphy, Rika Hanom dan Irwan Sari In.
Leo Murphy yang ditunjuk menjadi juru bicara mengatakan usai disetujui bersama DPRD dan pemerintah daerah melalui paripurna, dokumen APBD dikirim ke Gubernur untuk dievaluasi dan lahirlah rekomendasi dari Gubernur.
Rekomendasi tersebut harus ditindaklanjuti dengan pembahasan bersama antara Badan Anggaran (Banggar) dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk penyempurnaan sebelum dikirim kembali ke Gubernur untuk diteruskan ke kementrian.
“Usai disepakati, dokumen APBD dikirim ke Gubernur untuk dievaluasi dan lahirlah rekomendasi. Dalam amanat PP 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, harus dibahas lagi antara TAPD dan Banggar, namun itu tidak dilakukan,” ujar Leo Murphy.
lebih lanjut Leo Murphy menyampaikan rekomendasi hasil evaluasi Gubernur sudah masuk ke ketua DPRD dan pemerintah daerah pada 23 Desember 2021 untuk dibahas paling lambat dalam waktu 7 hari sebelum dikirim kembali ke Gubernur.
Memang pada 26 Desember 2021 ada undangan kepada Banggar DPRD melalui WhatsApp untuk rapat pembahasan penyempurnaan APBD 2022, dan saat rapat ternyata tidak dilakukan pembahasan sama sekali.
Dalam kesempatan itu, anggota Banggar juga sudah mengingatkan pimpinan DPRD dan pemerintah daerah terkait prosedur yang harus dilakukan sebagaimana termaktub dalam PP 12 tahun 2019 pasal 112 dan 116.
Tapi pada 30 Desember 2021, ulasnya, tetap dilakukan penandatanganan oleh ketua DPRD dan seorang wakil ketua bersama pemerintah daerah terhadap dokumen hasil penyempurnaan APBD tanpa proses pembahasan.
“Ini tidak sesuai dengan peraturan, dan kami tidak bertanggungjawab atas penandatanganan tersebut karena ada kesepakatan di luar hasil paripurna, dan yang lebih fatal lagi, kami dari Banggar tidak dilibatkan dalam pembahasan evaluasi dari Gubernur,” tegasnya.
Sementara itu, Rusnaldi menilai, patut diduga ada upaya pemerintah daerah sengaja melakukan penyempurnaan APBD tahun 2022 secara sepihak tanpa melalui pembahasan dengan Banggar DPRD.
“Saat rapat dengan agenda pembahasan, tim Banggar meminta TAPD untuk memberikan data sub kegiatan, pengurangan dan penambahan anggaran yang tidak ada dalam pengesahan APBD 2022, namun tidak diberikan,” tegasnya.
Hal itu, kata Didi, semakin menguatkan kecurigaan adanya upaya pergeseran-pergeseran anggaran APBD yang sebelumnya sudah disepakati dalam paripurna. Program kegiatan yang disepakati dengan anggaran kecil malah membengkak, sementara PAD yang ditergetkan naik malah turun.
Pihaknya menyayangkan, walaupun banyak kejanggalan yang terjadi, dokumen penyempurnaan APBD 2022 Kota Solok tetap ditandatangani oleh ketua DPRD Nurnisma dan Wakil Ketua Efriyon Coneng. Sementara, Wakil Ketua Bayu Kharisma menolak menandatangani.
“Kami keberatan dengan yang dilakukan pimpinan DPRD dan Pemerintah Daerah karena bertentangan dengan perundangan,” paparnya.
Dengan kejadian itu, anggota dan Banggar DPRD Kota Solok merasa, hak budgetingnya dikebiri oleh pemerintah daerah. Padahal, melalui hak budgeting itu aspirasi masyarakat yang ditampung melalui reses disalurkan dalam anggaran dan program daerah.
Anggota Banggar juga menyorot soal program Bantuan Keuangan Khusus yang sebelumnya disepakati sebesar Rp 1 miliar, malah diduga dinaikkan menjadi Rp 1,7 miliar. Tentu ada anggaran kegiatan lain yang dihilangkan. Dan berbagai kejanggalan lainnya.
Senada dengan anggota Banggar lainnya, Rusdi Saleh mengatakan pernyataan sikap itu bukan soal sah dan tidak sah APBD, atau soal pokir namun lebih kepada tanggungjawab anggota DPRD kepada masyarakat.
“Kami juga punya tanggungjawab terhadap masyarakat, aspirasi yang sudah kami jemput tentu disampaikan ke pemerintah daerah untuk diakomodir. Ketika sudah disepakati, tapi tidak ada artinya dengan kejadian seperti ini, kami dikangkangi sebagai Banggar, dan ketika terjadi masalah nantinya, kami yang disalahkan ditengah masyarakat,” tutupnya.