Limapuluh Kota – Harga komoditas gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat, masih tertahan pada kisaran Rp30 ribu hingga Rp40 ribu per kilogram di tingkat petani hingga Kamis, 15 Mei 2025.
Meski mengalami kenaikan tipis sekitar Rp5 ribu dibandingkan pekan sebelumnya, para petani mengaku kondisi ini belum memberikan dampak signifikan terhadap penghasilan mereka.
Wirpentati (68), petani sekaligus pengolah gambir di Kecamatan Mungka, menilai rendahnya harga jual gambir disebabkan oleh ketiadaan regulasi dari pemerintah daerah.
“Sebagai petani dan pengolah gambir, kami tidak bisa berbuat banyak. Masalah ini harus diatur oleh pemerintah provinsi maupun kabupaten. Sampai sekarang belum ada peraturan gubernur atau bupati yang mengatur kualitas dan harga gambir,” katanya di Limapuluh Kota, Jumat (16/5/2025).
Akibat tidak adanya pengawasan terhadap standar mutu dan harga, ia menyebut pasar justru dikuasai oleh para pengepul atau toke.
Produk gambir campuran—yang diolah dengan tambahan tanah, tepung, atau pupuk—masih laku dengan harga hampir setara gambir murni.
“Ini mendorong banyak tukang gampo membuat gambir campuran karena keuntungan lebih besar. Dampaknya, hanya sekitar 30 persen gambir di Lima Puluh Kota yang masih murni,” ungkapnya.
Wirpentati menyebut, mutu rendah gambir lokal berdampak langsung terhadap harga ekspor, terutama ke pasar India. Gambir yang tidak memenuhi standar kerap ditolak buyer, sehingga eksportir mengalami kerugian.
“Kalau toke rugi, mereka turunkan harga beli ke petani seenaknya,” tambahnya.
Ia juga memaparkan bahwa biaya produksi gambir berkualitas cukup tinggi.
Untuk menghasilkan gambir katekin dengan kadar minimal 46 persen, biaya operasional bisa mencapai Rp60 ribu per kilogram.
Sementara harga jual gambir murni di pasar hanya sekitar Rp70 ribu hingga Rp80 ribu per kilogram. “Kalau harga di tingkat petani hanya Rp70 ribu, keuntungannya tipis, hanya sekitar Rp10 ribu per kilogram,” jelasnya.
Setiap rumah kampo rata-rata mampu memproduksi sekitar 100 kilogram gambir per minggu, dan hasilnya dibagi dua antara petani dan tukang pengolah.
“Harga ideal bagi gambir kalincuang itu Rp80 ribu per kilogram, sementara gambir murni sebaiknya dihargai Rp120 ribu. Dengan harga seperti itu, petani dan tukang kampo bisa hidup layak,” tutupnya.