Opini  

Nasib Petani Ditengah Larangan Ekspor Kelapa Sawit

Oleh: Pancolo Agung Nur Pamuji

Padang-Beberapa bulan yang lalu kepala negara membuat suatu kebijakan yang membuat geger masyarakat indonesia terkhus bagi petani sawit Indonesia. Dimana presiden menetapkan pelarangan ekspor minyak kelapa sawit diluar negeri alih-alih untuk mencukupi stok dalam negeri yang pada saat itu kita melihat bahwa harga minyak kelapa sawit melonjak tajam hingga banyak masyarakat yang mengeluhkan tingginya harga minyak kelapa sawit. Terlebih lagi bagi masyarakat kecil dan pedagang makanan yang menjadikan minyak sebagai salah satu kebutuhan pokok bagi kehidupannya. Ketika saat itu dengan tingginya harga minyak kelapa sawit berdampak pada kenaikan harga beberapa komoditi di pasar serta menambah modal produksi di beberapa sektor sehingga berdampak pada harga juga.

Negara kita terkenal dengan kekayaan alam yang melimpah serta sektor pertanian yang sangat potensial terkhusus pada komoditi perkebunan kelapa sawit. Jika dilihat dari data luas tanaman perkebunan kelapa sawit pada tahun 2020 yang di catat oleh kementerian pertanian mencapai 14858.30 ribu hektar (ha) jumlah tersebut naik dari tahun 2019 sebesar 14456.60 ribu hektar. Dengan total produksi minyak kelapa sawit pada januari 2020 – januari 2022, CPO sebesar 3,86 juta ton dan produksi CPKO  sebesar 365 ribu ton, dan kita melihat konsumsi minyak kelapa sawit di indonesia terutama di kalangan rumah tangga menurut hasil survey ekonomi nasional pada tahaun 2020 sebesar 11,58 liter/kapita.

Jumlah ini terus mengalami kenaikan seiring dengan pertumbuhan penduduk dan konsumsi penduduk terhadap minyak kelapa sawit. Meskipun konsumsinya terus meningkat namun pada data dari publikasi buletin konsumsi padangan dari kementan pada tahun 2019 menunjukkan bahwa produksi minyak kelapa sawit di indonesia masih bisa memenuhi seluruh konsumsi nasional tetapi data tersebut berbanding terbalik dengan kondisi di lapangan.

Kebijakan larangan ekspor kelapa sawit tercantum pada peraturan menteri perdagangan (Permendag) No. 22 tahun 2022 yang di resmikan sejak tanggal 28 april 2022, kebijakan ini akan berpengaruh kepada harga sawit yang turun bebas turunnya harga sawit ini sangat berpengaruh terhadap laba produksi nya. Sembari turunnya harga pada saat ini tren produksi tandan buah segar (TBS) yang sedang meningkat dan besar kemungkinan stok hasil produksi TBS akan melimpah.

Kekhawatiran itu pun terjadi, beberapa pekan setelah di tetapkan larangan ekspor sawit dimana harga sawit yang dikhawatirkan akan turun terjadi yang awalnya di beberapa daerah sebesar Rp. 3200 menjadi Rp. 1500 bahkan ada di bawah harga tersebut, dan juga penumpukan stok di pabrik juga terjadi, itu sangat berdampak pada petani sawit dimana banyak TBS yang tidak diterima oleh pabrik, hal sesuai dengan data bahwa total produksi CPO pada tahu  2021 berkisar antara 47-50 juta ton, sedangkan kebutuhan CPO di dalam negeri yang digunakan untuk minyak goreng, biodiesel dan industri hanya 18 juga ton dan seharusnya sisa produksi harus di ekspor keluar negeri agar tidak terjadi dampak yang tidak diinginkan.

Kebijakan ini mendapat respon dari beberapa aliansi petani sawit, dimana menurut mereka kebijakan ini kontradiktif dengan kondisi produksi kelapa sawit di indonesia dan akhirnya petani sawit lah yang menjadi korban dari kebijakan tersebut. Sehubung dengan itu, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) menggelar aksi menentang pelarangan CPO yang berdampak pada anjloknya TBS yang turun sehingga menekan perekonomian para petani sawit. Aksi tersebut di gelar di depan kantor kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan juga di depan patung kuda Monas. Mereka menuntut presiden jokowi untuk meninjau kembali larangan ekspor CPO, yang faktanya membuat harga TBS anjlok dan petani menjadi korban terhadap kebijakan ini.

Berselang beberapa hari setelah aksi yang dilaksanakan oleh APKASINDO, pada tanggal 23 mei 2022 pemerintah akhirnya mencabut kebijakan larangan ekspor minyak kelapa sawit mentah dan minyak goreng, pencabutan larangan ini disebabkan oleh harga minyak goreng sudah turun, pasokan dalam negeri yang awalnya 64 ribu ton menjadi 211 ribu ton per bulannya, pemerintah juga mempertimbangkan ada 17 juta orang yang bekerja di industri sawit baik itu petani maupun pekerja yang bekerja di industri kelapa sawit.

Kebijakan pencabutan larangan ekspor ini mendapat respon yang baik dikalangan petani, petani telah melewati masa sulit dan tantangan yang luar biasa yang diakibatkan oleh larangan ekspor CPO, semoga dengan di bukanya larangan ekspor ini diharapkan perdagangan minyak sawit dan turunannya bisa pulih kembali baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Penulis Adalah Pancolo Agung Nur Pamuji, Mahasiswa Agroteknologi Universitas Andalas

Baca Kabarsumbar.com lebih update via Google News, Klik Disini atau Join Telegram Disini.