Surabaya – Anggota MPR RI dan juga Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengawali dengan meluruskan pandangan yang salah terhadap agama khususnya islam terkait Pancasila sebagai penangkal bahaya radikalisme dan terorisme.
Menurutnya, masih ada masyarakat yang mengaitkan radikalisme dan aksi terorisme dengan salah satu aliran agama. Dan ini adalah suatu kesalahan karena tidak ada satupun agama dunia yang menyetujui hal tersebut.
“Islam misalnya, sudah sangat jelas memberi contoh bagaimana akhlak Nabi Muhammad yang begitu mulia, sehingga menjadi uswatun khasanah,” tandasnya dalam acara Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Surabaya pada Minggu, 8 November 2020.
LaNyalla juga mengundang pemateri dalam acara tersebut dari Forum Komunikasi Penanggulangan Terorisme Jawa Timur.
Ia menambahkan dalam sejarah kota Madinah dalam perjalanan Rasulullah dan sahabat mencatat, kota itu adalah kota paling aman dan tenteram. Termasuk bagi penduduk non-muslim. Baik Nasrani maupun Yahudi yang hidup di sana ketika itu.
Nilai-nilai tersebutlah yang dijadikan pedoman oleh pemimpin kita, saat merumuskan dan bersepakat menjadikan Pancasila sebagai ideologi negara ini.
“Buktinya, sudah banyak hasil kajian dan disertasi tentang Pancasila dan Islam yang menyatakan bahwa tidak ada pertentangan sama sekali antara ideologi Pancasila dengan Islam,” urainya.
Ia melanjutkan, Radikalisme adalah suatu ideologi, gagasan atau paham yang dimiliki individu atau kelompok, yang untuk mewujudkan itu dijalankan dengan cara yang ektrim, bahkan melalui aksi kekerasan atau teror.
Antara radikalisme dan terorisme itu saling terkait. Karena kelompok radikal sering memilih menggunakan aksi terorisme kepada pihak yang tidak sepaham dengan ideologinya.
“Pertanyaan kritis kita saat ini adalah; Apakah negara juga bisa melakukan aksi terorisme dalam memaksakan ideologinya? Sistem pemerintahan tertentu memang membuka peluang itu. Seperti negara junta militer, negara monarki absolut, atau sistem pemerintahan totaliter dan diktator,” imbuhnya.
Tetapi, Indonesia tentu tidak bisa. Karena Pancasila sudah dengan jernih mengatur hubungan antara negara dan rakyat.
Sehingga sudah sangat tepat bila kita menyebutkan, Pancasila sebagai penangkal bahaya radikalisme dan terorisme. Tetapi dengan satu syarat, harus terus kita tanamkan nilai-nilai Pancasila sejak dini.
“Sejak dari keluarga kita di rumah. Karena keluarga merupakan benteng pertama dalam mencegah munculnya radikalisme. Sehingga dalam konteks ini, orang tua harus dibekali pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang nasionalisme kebangsaan,” ungkapnya.
Selama ini peran keluarga seakan terlupakan oleh negara dalam mencermati persoalan-persoalan kebangsaan yang muncul. Dan juga minimnya pemahaman tentang Pancasila dalam keluarga dan sekolah yang menyebabkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya mulai terabaikan.
“Karena itu, Pancasila harus eksis kembali. Terutama di keluarga dan sekolah. Harus ada konsep atau gagasan baru dalam membudayakan dan membumikan Pancasila di era disruptif dan borderless saat ini,” ungkap LaNyalla mengakhiri pidatonya.