Jakarta – TIGA hari berkuatat pada Bimbingan Teknis Penyusunan Putusan Ajudikasi Sengketa Informasi Publik, 9-11 Juni 2021 di Bogor. Bimbingan Teknis diselenggarakan Komisi Informasi Pusat dengan menghadirkan pemateri Hakim Tinggi pada Pusdiklatbang Makhamah Agung RI berkantor di Mega Mendung Bogor Jawa Barat.
Seluruh pemateri menasbihkan bahwa Majelis Komisioner Komisi Informasi itu adalah Hakim Ajudikasi, semua putusan sidang sengketa informasi publik yang dibuat Majelis Komisioner bersifat win and lost solution karena berimplikasi hukum kepada para ;pihak yang bersengketa. Putusan Majelis Komisioner Komisi Informasi itu bersifat ingkracht (berkekuatan hukum tetap) apabila 14 hari sejak putusan diterima para ;pihak tidak ada keberatan. Tapi menjadi gawenya hakim litigasi, yakni hakim PTUN dan Pengadilan Negeri jika para pihak mengajukan keberatan, hingga muara putusan berkekuatan hukum tetap adalah putusan kasasi Mahkamah Agung RI terhadap sengketa informasi publik itu.
Wao, penulis yang komisioner dua periode di Komisi Informasi Sumbar tersanjung juga sedikit saat Bimtek itu. Berdasarkan UU 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Majelis Komisioner Komisi Informasi yang Hakim Ajudikasi itu dilegitimasi oleh UU 14 tahun 2008 itu sebagai penerima, pemeriksa dan pemutus sengketa infomasi publik. Putusan yang dibuat majelis Komisioner Komisi Informasi karena bukan di lembaga peradilan tapi di lembaaga luar perdilan adalah putusan ajudikasi yang bisa diajukan keberatan kepada hakim litigasi. Tekad di Bimbingan Teknis Komisi Informasi kemarin itu bagi komsioner Komisi Informasi yakni; “ Kami Hakim Ajudikasi tidak akan memusingkan Hakim Litigasi”. Uihh kerenn.
So.. tentu karena sifat ajudikasi yang bisa sampai ke ranah litigasi, maka Perki 1 tahun 2013 tentang Prosedural Penyelesaian Sengketa Informasi Publik yang menjadi turunan UU 14 Tahun 2008 sebagai pelaksana dari Pasal 28 F UUD 1945. Harus bersinergis dan mesti dilakukan revolusi terhadap Perki 1 Tahun 2013 tersebut. Jika tidak berpatokan dengan pedoman penyusunan putusan di Mahkamah Agung yang diadopsi oleh peradilan di bawahnya, jangan salahkan peradilan atau hakim litigasi membatalkan seluruh putusan ajudikasi Majelis Komisioner Komisi Informasi tersebut.
Terus kaitan Maje;lis Komisioner sebagai hakim ajudiaksi dengan Mahkamah Agung sebagai payung besar hakim litigasi apa? Nah, ayo balik lah UUD 1945 terutama soal Kekuasaan Kehakiman pada perubahan ke emat Konsititusi Negara Republik Indonesia itu, jelas mengatakan di Ayat (3) ; Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasan kehakiman diatyur dalam UU.
Komisi Informasi dasar konstitusinya adalah Pasal 28 F UUD 1945, fungsi KI menerima, memeriksa dan memutuskan sengketa informasi publik dalam sidang sengketa informasi publik bersifat ajudikasi non litigasi (tapi pemateri di Bimbingan Teknis di Bogor kemarin menyoal soal non litigasi. Tidak bisa non litigasi karena putusan Majelis Komisioner Komisi Informasi Publik di sidang sengketa informaasi publik, jika putusannya berkekuatan hukum tetap maka putusan itu punya implikasi hukum, yakni ada penyerahan informasi kepada si pemohon informasi atau tidak diberikan informasi kepada si pemohon informasi, setelah putusan badan publik dikuatkan dengan putusan Majelis Komisioner Komisi Informasi)
Terus gimana dong? , Majelis Komisioner Komisi Informasi harus merunut tata cara persidangan lembaga peradilan yang dinaungi Mahkamah Agung RI, harus ada pernyataan sidang dibuka dan terbuka untuk umum. Harus ada berita acara di setiap tahapan persidangan penyelesaian sengketa informasi publik. Berita Acara adalah fakta diperisidangan yang akan menjadi dasar pendapat majelis komisioner dan menelurkannya kepada putusan Majelis Komsiioner Komisi Informasi. Terus panitera harus disumpah, harus ada narasi di kepala putusan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, kuasa para ;pihak harus merujuk kepadsa UU Advokat. Ini konsekuensi Majelis Komisioner Komisi Informasi bagian dari badan yang bertugas melaksanakan kekuasan kehakiman berdasarkan perubahan ke empat UUD 1945 di Pasal 24 ayat (3) tadi.
Komisi Informasi harus merobak Perki 1 tahun 2013 dan mensinergikan dengan tata cara persidangan dan pembuatan putusan sengketa informasi publik dengan yang ada di peradilan, konsekuensi muara semua putusan adalah Mahkamah Agung RI.
Komisi Informasi Pusat yang memliki kewenangan menerbitkan regulasi di bawah UU tentu harus berinteragsi dengan Mahkamah Agung RI, jangan sampai putusan majelis komisioner lari dari kontek dan prinsip persidangan lembaga di bawah Mahkamah Agung RI, maka hakim litigasi baik PTUN maupun pengadilan negeri membatalkan seluruh putusan Majelis Komsioner Komisi Informasi itu.
Terus terang adanya Bimbingan Teknis di Bogor kemarin dulu itu, telah menambah ke-pede-an komisioner Komisi Informasi, karena selama ini dalam melaksankaan tugas pokok menerima, memeriksa dan memutus sengketa informasi publik, banyak pihak memandang Komisi Informasi itu sebelah mata.
Tapi, dari Bimbingan Teknis di Bogor kemarin, menasbihkan satu dari sekian pembelajaran bahwa Majelis Komsioner Komisi Informasi dalam menerima, memeriksa dan memutus sengketa informasi publik adalah melaksankan tugas konsititusi yakni Bab Kekuasaan Kehakiman Pasal 24 ayat (3).
Pekerjaan Rumah Komisi Informasi di usia 11 tahun efektifnya UU 14 Tahun 2008 yakni meselaraskan tata laksana persidangan dan tata cara penyusunan putusan, Hakim ajudikasi yes tapi produknya yakni putusan jangan sampai dibatalakan Hakim litigasi karena persyaratan formil baik dalam penyelesaian maupun penyusunan putusan yang dilaksanakan dan dibacakan di sidang dibuika dan terbuka untuk umum dibatalkan peradilan litigasi di bawah Mahkamah Agung.
Semoga tulisan pendek penulis ini bisa menambah cakrawala berpikir siapa saja terkait fungsi dan kewenangan Komisi Informasi dalam kapasitas sebagai Majelis Komisioner yang berwenang menyelesaikan sengketa informasi publik.