Malamang: Tradisi Kuliner yang Hidupkan Sejarah dan Nilai Islam

KABARSUMBAR – Tradisi malamang merupakan budaya yang diwariskan secara turun temurun dan berkembang di lingkungan masyarakat Minangkabau, khususnya di Kabupaten Padang Pariaman. Sekilas, malamang terkesan hanya sebagai cara memasak lamang (lemang) menggunakan bambu yang dibakar di atas bara api.

Namun, tradisi ini tidak hanya tentang kemahiran memasak lemang, tetapi juga nilai-nilai dan sejarah yang membuatnya bertahan di Sumatera Barat, khususnya Padang Pariaman.

Tradisi malamang biasanya semarak pada peringatan hari-hari besar Islam, seperti menjelang bulan Ramadan, Idul Fitri, Idul Adha, Maulid Nabi, pesta pernikahan, dan peringatan hari kematian.

Sejarah Tradisi Malamang

Foto : Internet

Mayoritas masyarakat di Padang Pariaman meyakini bahwa sejarah tradisi malamang tidak dapat dilepaskan dari peran Syekh Burhanuddin dalam menyebarkan Islam di Minangkabau. Malamang bisa dikatakan sebagai metode dakwah yang digunakan Syekh Burhanuddin untuk mengajarkan perbedaan makanan halal dan haram kepada masyarakat Ulakan, Padang Pariaman. Menurut tambo, saat menyebarkan Islam, Syekh Burhanuddin sering bersilaturrahmi ke rumah-rumah penduduk. Meski Islam sudah mulai berkembang, masyarakat belum tahu mana makanan yang halal dan mana yang haram. Jamuan makan yang umumnya dihidangkan adalah gulai babi, rendang tikus, dan goreng ular, sehingga Syekh Burhanuddin meragukan kehalalan makanan tersebut.

Syekh Burhanuddin memperkenalkan cara memasak yang memastikan tidak ada campuran antara yang halal dan haram. Masyarakat diminta memasak nasi dalam ruas bambu yang belum tersentuh siapapun. Bambu ini dilapisi daun pisang untuk melapisi dinding bambu agar beras yang dimasukkan tidak terkena serbuk yang melekat di dinding bambu.

Setelah nasi masak, barulah Syekh Burhanuddin makan dengan tenang. Awalnya, beliau menggunakan beras biasa, namun karena tidak tahan lama dan cepat basi, beliau menggantinya dengan beras ketan yang lebih tahan lama. Memasak beras ketan juga memerlukan waktu lebih lama, dan bambu harus diputar agar merata, kemudian dimasak menggunakan tungku pembakaran yang menggunakan kayu bakar.

Di Kabupaten Padang Pariaman, tradisi malamang dilakukan pada hari pertama dari tiga hari peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Di kabupaten ini, perayaan Maulid Nabi unik karena tidak hanya dilakukan satu hari di satu tempat. Perayaan bisa dirayakan sebelum 12 Rabiul Awal, saat peringatan Maulid Nabi, dan setelahnya.

Setiap korong atau dusun tidak boleh mengadakan tradisi malamang pada tanggal yang sama, sehingga perayaan Maulid Nabi di Padang Pariaman dapat berlangsung selama dua hingga tiga bulan.

Makna dan Nilai Tradisi Malamang

Foto : Internet

Secara filosofis, tradisi malamang menggambarkan nilai-nilai gotong royong dan semangat kebersamaan. Pada hari pertama peringatan Maulid Nabi, masyarakat yang terdiri dari laki-laki dewasa dan anak-anak pergi mencari bambu dan kayu bakar untuk memasak lamang.

Di rumah, ibu-ibu dibantu anak perempuan mereka mulai memasak bahan-bahan untuk isian lamang. Setelah bambu dan kayu bakar terkumpul, bahan-bahan tadi dimasukkan ke dalam bambu dan dibakar pada sore hingga malam hari.

Baca Kabarsumbar.com lebih update via Google News, Klik Disini atau Join Telegram Disini.