Paham komunis dan Islam yang bersatu melawan kapitalisme penjajah di Padang Panjang juga mempengaruhi pemikiran para pelajar di Sumatera Thawalib. Peristiwa ini terjadi pada Era 1920-an ketika masa pengambil alihan negara. Partai Politik Islam mulai bekerja sama bersama koalisi komunis.
Bermula dari Sekolah Sumatera Thawalib mulai menerima saran agar cabang sekolahnya dipimpin oleh pengurus masing-masing yang berbeda.
Pelajar Thawalib pada saat itu mulai tertarik pada hal berbau politik yang didorong dari sifat pendidikan agama dan kecenderungan radikal kalangan partai politik dan komunis sumbar pada saat itu.
Paham ini dibawa oleh sejumlah tokoh aliran komunis, Khatib Dt. Batuah yang merupakan pendiri PKI cabang Padang Panjang, Natar Zainuddin, Arif Fadhillah, dan A. Wahab.
Ilmu tentang komunisme yang disatukan dengan ajaran Islam ini menganut ide anti penjajahan Belanda dan anti kapitalisme yang berasal dari ajaran Marxis.
Ide tersebut menjanjikan masyarakat yang tengah menghadapi kemerosotan ekonomi untuk mendapatkankan kehidupan yang lebih baik di masa depan.
Mereka telah berhasil mempengaruhi beberapa pelajar Thawalib yang kemudian menyebarkan ide komunis tersebut di daerah kampung mereka masing-masing.
Pada cabang sekolah Bukittinggi, Syekh Jambek, sebagai tokoh ulama persuasif saat itu mulai mengusir beberapa muridnya yang tidak mau ikut paham dari Batuah.
Namun Haji Rasul, ulama terkenal Sumatera barat, sangat menentang paham komunis yang diajarkan batuah dan melarang para pelajar Thawalib untuk masuk organisasi komunis yang dinyatakan menyimpang dari ajaran Islam.
Semenjak saat itu juga banyak pemuka masyarakat yang tidak sejalan dengan ide komunis ini. Dt. Batuah dan Nazar Zainuddin kemudian ditangkap sehingga akhirnya golongan ini terpaksa pindah keluar dari Padang Panjang.