Per 1 Februari 2021, Penjual Pulsa dan Kartu Perdana Akan Dikenai Pajak

Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan memungut Pajak Penghasilan (Pph) dari penjual pulsa dan kartu perdana per 1 Februari 2021 mendatang.

Besaran Pph yang dikenai sebesar 0.5 persen dari nilai yang ditagih oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua kepada penyelenggara distribusi tingkat selanjutnya, Sabtu 30 Januari 2021.

Para penjual pulsa mengaku tidak setuju dengan keputusan ini. Mereka berpikir itu akan sangat memberatkan dan menambah beban pikiran. Salah satu penjual pulsa di daerah Ciracas, Jakarta Timur, bernama Buyong mengatakan sejak pandemi omsetnya turun sebanyak 50 persen dan akan bertambah sulit dengan kebijakan itu.

“Itu lah… akan sangat memberatkan. Akhir-akhir ini sepi juga. Sejak pandemi pendapatan turun 50 persen,” katanya.

Ia melanjutkan kebijakan ini akan sangat berdampak pada masyarakat kecil karena pendapatan mereka hanya sebesar Rp.1700 per transaksi selama seminggu.

Komentar serupa juga diungkapkan oleh Asep, distributor kartu perdana di daerah Lampung. Ia mengungkapkan pendapatannya turun sebanyak 10 persen sepanjang pandemi. Kini ia hanya meraup omset antara Rp1-2 juta  dan per transaksinya sebesar Rp1.500.

“Tentunya memberatkan karena untungnya minim, paling besar Rp1.500 per transaksi. Kalau bisa jangan ada kenaikan dulu,” ungkap Asep.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani meneken PPh Pasal 22 melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6/PMK.03/2021. Dengan PMK ini, setiap penjual pulsa dan kartu perdana akan dikenakan Pph.

PMK tersebut berbunyi: “Atas penjualan pulsa dan kartu perdana oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua yang merupakan pemungut PPh Pasal 22, dipungut PPh Pasal 22.”

Pemungut PPh melakukan pemungutan PPh Pasal 22 sebesar 0,5 persen dari nilai yang ditagih oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua kepada penyelenggara distribusi tingkat selanjutnya. Pungutan PPh juga dilakukan sebesar 0,5 persen dari harga jual, atas penjualan kepada pelanggan telekomunikasi secara langsung.

Pemungut PPh akan mengenakan 0,5% dari nilai yang dipungut oleh penyelenggara distribusi tingkat kedua kepada penyelenggara distribusi tingkat berikutnya, dan dikenakan pajak penghasilan Pasal 22. Produk yang dijual langsung ke pelanggan telekomunikasi juga dikenakan pajak penghasilan sebesar 0,5% dari harga jual.

Namun pemungutan berdasarkan Pasal 22 PPh tersebut tidak bersifat final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran PPh kepada Wajib Pajak (WP) yang dipungut pada tahun berjalan. Pasal 22 PPh harus membayar setelah operator distribusi tingkat kedua menerima pembayaran (termasuk simpanan).

Pembayaran berdasarkan Pasal 22 PPh tidak dibayarkan oleh penyelenggara distribusi tingkat berikutnya atau pengguna telekomunikasi yang jumlah totalnya tidak melebihi Rp2 juta, tidak termasuk PPN, dan bukan merupakan pembayaran yang dipisahkan dari transaksi dengan nilai aktual lebih tinggi dari Rp2 juta

WP bank juga tidak dilakukan pemungutan, serta telah memiliki dan menyerahkan salinan surat pajak penghasilan sesuai dengan peraturan pemerintah Nomor 23 Tahun 2018, dan telah dikonfirmasi keabsahannya dalam sistem informasi Dirjen Pajak.

Baca Kabarsumbar.com lebih update via Google News, Klik Disini atau Join Telegram Disini.