Sebagai seorang sastrawan, Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau sering dikenal dengan sebutan Buya Hamka, Novel berjudul Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck menjadi karya fenomenalnya dari sekian banyak tulisan yang telah ia buat.
Novel Klasik ini dapat membuat para pembaca berlinang air mata. Kisah dalam novel ini ditulis dengan cerita yang dalam dan penuh makna.
Hamka pertama kali menulis novel ini dalam majalah Pedoman Masyarakat di Medan tahun 1938. Karyanya diterbitkan dalam majalah tersebut dalam bentuk cerita bersambung, dengan tulisan tentang tradisi Minangkabau yang dikemas dalam genre roman.
Novel ini menceritakan kisah Hayati, gadis keturunan bangsawan Minang yang jatuh hati pada seorang pemuda miskin berdarah Bugis-Minang bernama Zainuddin. Namun, cinta mereka terhalang aturan adat minang sehingga perjalanan cinta mereka terjadi dengan romantis juga tragis.
Cerita dalam novel ini dikatakan juga ditulis berdasarkan peritiwa asli kapal Van Der Wijck yang berlayar dari pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya, menuju Tanjung Priok, Jakarta. Kapal itu tenggelam di Laut Jawa pada tahun 1936.
Tenggelamnya kapal Van Der Wijck sering disebut-sebut sebagai karya terbaik yang pernah ditulis Buya Hamka. Tidak dapat dipungkiri dari seluruh kesuksesan yang datang, novel ini juga sempat menuai kontroversi.
Pada tahun 1962 karya ini pernah dituduh plagiat “Sous Les Tilleus” yang merupakan karya dari Jean Alphonse Karr.
Di masa itu memang dunia satra Indonesia tengah bergejolak. Judul “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” pun dianggap provokatif dan menimbulkan kehebohan. Ia sempat dihina dan dipermalukan lewat surat kabar.
Tak hanya itu, Buya Hamka yang terkenal sebagai seorang Ulama dan tokoh agama dianggap tidak pantas dalam menulis kisah percintaan. Ia juga sempat mendapat julukan “kiai cabul” karena hal itu.
Terlepas dari segala masalah yang menimpanya, karya-karya Buya Hamka tetap membawa pengaruh positif terhadap para pembacanya hingga sekarang ini. Karyanya juga telah diangkat menjadi sebuah Film di tahun 2013.